impor air minum
Dailybusinesstalks.com, Indonesia – Indonesia sering disebut sebagai salah satu negara dengan sumber air tawar terbesar di dunia. Namun, fakta menarik terungkap dari data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) — Indonesia ternyata masih mengimpor air minum dalam kemasan (AMDK) dari berbagai negara. neraka33
Nilainya memang tidak sebesar komoditas strategis seperti minyak atau pangan, namun cukup mengejutkan karena industri air minum nasional selama ini dikenal sangat kuat. Lantas, berapa besar nilai impor air minum tersebut, dan apa penyebab di balik fenomena ini?
Nilai Impor Air Minum Indonesia

Berdasarkan data BPS dan UN Comtrade, sepanjang tahun 2024 hingga pertengahan 2025, total impor air minum kemasan (HS Code 2201.10) mencapai sekitar USD 7,8 juta atau setara dengan Rp126 miliar.
Negara asal utama impor air minum ke Indonesia meliputi:
- Prancis (merek premium seperti Evian dan Perrier)
- Italia (San Pellegrino, Aqua Panna)
- Singapura dan Malaysia (sebagai hub distribusi Asia Tenggara)
- Korea Selatan dan Jepang (produk air berkarbonasi dan air alkali premium)
Sebagian besar produk impor tersebut dikonsumsi di hotel, restoran, dan kafe kelas atas (segmen HOREKA), serta toko retail premium di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bali, dan Medan.
Alasan Indonesia Masih Impor Air Minum

Fenomena impor air minum ini bukan karena Indonesia kekurangan air, melainkan karena perbedaan segmen pasar dan strategi merek global.
Berikut beberapa faktor utamanya:
- Segmen Premium dan Citra Merek
Air impor seperti Evian, Fiji, dan Voss tidak hanya menjual air, tetapi juga citra dan status sosial. Produk ini dikaitkan dengan gaya hidup mewah, sering digunakan untuk event, restoran bintang lima, dan penerbangan kelas bisnis. - Karakteristik Sumber Air Spesifik
Beberapa merek luar mengklaim air mereka berasal dari mata air atau gletser tertentu yang mengandung mineral alami dengan komposisi unik — yang sulit disamai oleh produsen lokal. - Kebiasaan Konsumen Internasional
Wisatawan asing dan ekspatriat yang tinggal di Indonesia cenderung memilih merek air yang sudah mereka kenal dari negara asal. - Tren Pasar Global
Dalam perdagangan modern, barang niche seperti air mineral premium tetap mengalir lintas negara karena distribusi global sudah sangat efisien.
Pakar: Nilai Impor Kecil Tapi Simbolik
Menurut ekonom dari Universitas Indonesia, Dr. Iqbal Santosa, fenomena ini tidak perlu dikhawatirkan dari sisi makro ekonomi, namun bisa menjadi refleksi daya saing industri.
“Nilainya memang kecil terhadap total impor nasional, tapi menunjukkan bahwa ada celah pasar yang belum digarap produsen lokal — yaitu segmen air minum premium,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa industri nasional sudah unggul di segmen massal, tetapi masih kalah dalam citra dan diferensiasi produk.
“Produsen lokal bisa belajar bagaimana merek luar menjual bukan sekadar air, tapi pengalaman dan eksklusivitas,” tambahnya.
Dominasi Produsen Lokal
Meski ada impor, pasar domestik AMDK tetap dikuasai oleh pemain lokal besar seperti Danone Aqua, Le Minerale, Cleo, Club, dan Nestlé Pure Life Indonesia.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mencatat, pangsa pasar produk lokal masih lebih dari 95%, sedangkan produk impor hanya sekitar 0,3–0,5% dari total volume penjualan nasional.
Dengan konsumsi air minum dalam kemasan yang mencapai lebih dari 30 liter per kapita per bulan, industri AMDK nasional sebenarnya sudah sangat kuat. Tantangannya kini adalah bagaimana meningkatkan nilai tambah dan penetrasi ke segmen premium serta ekspor.
Ekspor Air Minum Indonesia Masih Terbatas

Menariknya, di saat masih impor, Indonesia juga mengekspor air minum ke beberapa negara tetangga, antara lain:
- Timor Leste
- Brunei Darussalam
- Papua Nugini
- Uni Emirat Arab (UEA)
Nilai ekspornya mencapai sekitar USD 4,5 juta pada 2024. Meskipun lebih kecil dari impornya, tren ekspor meningkat seiring pertumbuhan merek lokal yang mulai berekspansi ke pasar ASEAN dan Timur Tengah.
“Beberapa brand Indonesia sudah diterima di luar negeri berkat standar kualitas tinggi dan sertifikasi halal,” ujar Ketua GAPMMI, Adhi S. Lukman.
Segmen Premium dan Strategi Branding
Pasar air minum premium di Indonesia diperkirakan tumbuh rata-rata 12% per tahun, terutama di kota-kota besar. Produk dengan packaging elegan, kemasan kaca, atau air dengan pH tinggi semakin diminati.
Produsen lokal mulai merespons tren ini. Misalnya:
- Le Minerale Premium meluncurkan versi botol kaca.
- Cleo Platinum mengusung air dengan kadar oksigen tinggi.
- Beberapa startup lokal menawarkan air “alkaline infused” dengan positioning modern.
Langkah ini menjadi bukti bahwa pasar air premium masih terbuka lebar bagi pemain domestik yang mampu berinovasi.
Dampak Terhadap Industri dan Lingkungan
Impor air minum meskipun kecil, tetap menimbulkan pertanyaan efisiensi ekonomi dan keberlanjutan.
- Dari sisi ekonomi, Indonesia mengeluarkan devisa untuk produk yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri.
- Dari sisi lingkungan, pengiriman air lintas benua memiliki jejak karbon cukup tinggi, terutama dari kemasan plastik dan transportasi laut.
Oleh karena itu, banyak pakar lingkungan menyarankan agar konsumen dan pelaku usaha mulai memperkuat rantai pasok domestik dan mendorong eco-packaging dalam industri AMDK nasional.
Langkah Pemerintah
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus mendorong substitusi impor di sektor minuman.
Program prioritasnya antara lain:
- Peningkatan investasi di sektor pengolahan air dan kemasan kaca premium.
- Fasilitasi sertifikasi ekspor untuk merek lokal yang ingin masuk ke pasar global.
- Kampanye “Bangga Produk Indonesia” untuk menguatkan citra air lokal di pasar premium.
Kemenperin juga menargetkan pada 2030, Indonesia mampu menekan impor air minum hingga di bawah 0,1% dari total konsumsi nasional.
Prospek Ke Depan
Dengan pertumbuhan kelas menengah yang pesat dan peningkatan kesadaran terhadap kualitas air, pasar air minum di Indonesia akan terus berkembang.
Namun, kompetisi juga akan makin ketat — baik dari merek luar yang bermain di segmen niche, maupun pemain lokal yang memperluas lini produk.
Dalam jangka panjang, daya saing industri AMDK nasional akan bergantung pada inovasi produk, efisiensi logistik, dan strategi branding global.
Kesimpulan
Fakta bahwa Indonesia masih impor air minum kemasan memang menarik sekaligus ironi kecil di tengah sumber daya alam yang melimpah. Nilainya mungkin tidak besar, tetapi menjadi refleksi penting bahwa daya saing industri tidak hanya soal kuantitas produksi, tetapi juga kualitas dan persepsi merek.
Dengan inovasi teknologi dan strategi branding yang tepat, bukan tidak mungkin merek-merek lokal Indonesia kelak menjadi pemain global di pasar air premium dunia.
Karena sejatinya, air dari tanah Indonesia tak kalah murni — hanya butuh cara cerdas untuk menjadikannya bernilai tinggi.
