daya beli masyarakat
Dailybusinesstalks.com, Indonesia – Pemerintah kembali menawarkan instrumen investasi berbasis syariah, yakni Sukuk Tabungan seri ST015, dengan imbal hasil kompetitif dan masa penawaran yang berakhir pada akhir November 2025. Namun, di balik potensi cuan yang menarik, penyerapan ST015 kali ini disebut-sebut tidak sekuat seri sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah daya beli masyarakat yang mulai tertekan akibat inflasi, kenaikan harga kebutuhan pokok, serta pelemahan konsumsi rumah tangga di kuartal terakhir 2025.
Instrumen Sukuk Tabungan selama ini menjadi favorit investor ritel karena risikonya rendah dan dikelola langsung oleh pemerintah. Tapi rendahnya daya beli saat ini memunculkan pertanyaan besar: apakah minat masyarakat terhadap investasi berbasis tabungan negara mulai menurun, atau justru bergeser ke instrumen lain yang lebih likuid? neraka33
Sekilas Tentang Sukuk Tabungan ST015

Sukuk Tabungan merupakan surat berharga negara syariah ritel (SBN Syariah) yang ditawarkan pemerintah kepada individu WNI. Seri ST015 ditawarkan dengan kupon tetap (fixed return) di kisaran 6,35 %–6,45 % per tahun, tenor dua tahun, dan minimum pembelian Rp 1 juta. Instrumen ini tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder, tetapi dapat dicairkan sebagian (early redemption) setelah satu tahun.
Sejak diluncurkan pada 2018, Sukuk Tabungan menjadi salah satu sumber pembiayaan APBN yang stabil. Berdasarkan data DJPPR Kemenkeu, penjualan ST014 (seri sebelumnya) berhasil mencapai lebih dari Rp 11 triliun. Namun, target untuk ST015 diperkirakan sedikit lebih moderat — berkisar Rp 8–10 triliun, tergantung kondisi likuiditas masyarakat.
Mengapa Daya Beli Masyarakat Menurun

Beberapa indikator menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga sedang melambat pada pertengahan 2025:
- Inflasi meningkat hingga mendekati 4,1 % yoy, terutama karena pangan dan transportasi.
- Upah riil stagnan di tengah kenaikan biaya hidup perkotaan.
- Suku bunga BI-Rate tetap tinggi di level sekitar 6,25 %, menekan kredit konsumsi dan tabungan jangka panjang.
- Ketidakpastian global — pelemahan ekonomi Tiongkok dan fluktuasi harga komoditas membuat sebagian masyarakat menahan belanja.
Situasi ini membuat banyak rumah tangga lebih fokus pada kebutuhan pokok daripada menambah portofolio investasi. Dampaknya, meski ST015 menawarkan imbal hasil menarik, sebagian calon investor memilih menunda pembelian.
Tren Perilaku Investor Ritel di 2025

Menariknya, meski daya beli menurun, jumlah investor ritel di Indonesia justru terus bertambah. Data KSEI menunjukkan per Oktober 2025 jumlah investor pasar modal mencapai 14,5 juta SID, naik 18 % dibanding tahun lalu. Namun kenaikan jumlah investor ini tidak serta-merta meningkatkan penyerapan ST015.
Beberapa analis menilai bahwa pergeseran preferensi investasi sedang terjadi:
- Generasi muda cenderung memilih reksa dana pasar uang atau obligasi korporasi pendek yang lebih fleksibel.
- Sebagian investor syariah mengalihkan dana ke emas digital atau platform P2P syariah.
- Investor senior lebih selektif, mempertimbangkan waktu penguncian dana dua tahun ST015.
Dengan kata lain, pasar ritel kini lebih dinamis: bukan karena kepercayaan menurun, tapi karena banyaknya alternatif produk dengan profil risiko berbeda.
Perbandingan dengan Seri Sebelumnya
Jika dibandingkan, ST014 mencatat oversubscription hanya dalam 10 hari masa penawaran, sedangkan ST015 cenderung lebih lambat. Perubahan ini mengindikasikan:
- Likuiditas menurun di sisi rumah tangga.
- Tingkat konsumsi meningkat pasca-libur dan menjelang akhir tahun.
- Investor menunggu arah suku bunga — sebagian menunda hingga ada kepastian penurunan BI-Rate.
Meski begitu, pemerintah tetap optimistis penjualan ST015 akan memenuhi target minimal, karena ST masih menjadi alternatif investasi syariah paling aman di Indonesia.
Dampak Makroekonomi
Kinerja penjualan ST015 juga menjadi indikator penting kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ketika partisipasi ritel menurun, itu bisa mencerminkan kondisi ekonomi rumah tangga yang mulai menyesuaikan diri. Namun, di sisi lain, stabilnya kupon dan animo investor institusi membantu menjaga keberlanjutan pembiayaan APBN.
Dalam jangka menengah, keberhasilan atau perlambatan penyerapan ST015 bisa memberikan sinyal bagi pembuat kebijakan:
- Jika minat ritel turun tajam, bisa berarti ruang fiskal untuk pembiayaan domestik makin terbatas.
- Jika stabil, berarti meski daya beli menurun, masyarakat masih percaya pada instrumen negara.
Strategi Pemerintah dan Edukasi Publik
Untuk menjaga minat masyarakat, pemerintah terus melakukan strategi:
- Kampanye digital melalui marketplace dan fintech mitra distribusi.
- Edukasi keuangan syariah agar investor paham bahwa sukuk bukan sekadar tabungan, tapi bagian dari pembiayaan pembangunan nasional.
- Promosi imbal hasil kompetitif — menjaga spread di atas rata-rata deposito bank syariah.
Namun, efektivitas promosi digital juga bergantung pada kepercayaan dan likuiditas masyarakat. Jika daya beli belum pulih, kampanye digital tidak otomatis meningkatkan penjualan.
Apakah ST015 Masih Layak Dibeli?
Jawabannya relatif: ya, bagi investor yang berorientasi jangka menengah dan menghindari risiko tinggi.
Keunggulan ST015:
- Dijamin 100 % oleh pemerintah.
- Return tetap, bebas risiko gagal bayar.
- Aman dari fluktuasi pasar sekunder.
Kelemahannya:
- Tidak likuid (tidak bisa dijual sebelum jatuh tempo, kecuali early redemption 50 %).
- Kupon tetap, sehingga bisa kalah menarik jika suku bunga turun tajam di 2026.
Bagi investor yang ingin menjaga stabilitas portofolio, ST015 tetap relevan. Namun bagi mereka yang mengincar fleksibilitas tinggi, produk ini mungkin terasa kaku.
Kesimpulan
Fenomena daya beli masyarakat yang melemah memang membayangi penyerapan ST015, namun bukan berarti kepercayaan publik terhadap Sukuk Tabungan menurun. Justru kondisi ini memperlihatkan dinamika ekonomi yang sehat: masyarakat semakin selektif dalam menempatkan dana.
Ke depan, pemerintah perlu menyesuaikan strategi penerbitan SBN Ritel agar lebih adaptif dengan tren digital dan preferensi investor muda. Jika daya beli masyarakat mulai pulih di 2026, bukan tidak mungkin ST016 akan kembali mencatat rekor baru.
Sementara bagi investor, pelajaran utamanya jelas — kenali kondisi ekonomi, pahami produk, dan kelola likuiditas. Karena investasi yang bijak tidak hanya soal cuan, tapi soal waktu yang tepat dan ketenangan finansial jangka panjang.
