Kemiskinan Era Prabowo
Dailybusinesstalks.com, 25 Juli 2025, Angka kemiskinan di Indonesia adalah indikator penting untuk mengukur kesejahteraan rakyat. Saat ini, perhatian publik tertuju pada klaim signifikan. Tingkat kemiskinan di Indonesia disebut telah mencapai titik terendah sejak tahun 1960. Klaim ini muncul di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Beliau menempatkan pengentasan kemiskinan sebagai salah satu prioritas utama. Namun, perdebatan muncul saat angka-angka ini dibandingkan. Metodologi dan batas acuan kemiskinan Bank Dunia sering menghasilkan proyeksi berbeda.
Perbedaan angka ini terkadang membingungkan publik. Mengapa ada disparitas mencolok antara data domestik dan estimasi internasional? Artikel ini akan mengulas klaim angka kemiskinan terendah sejak 1960. Kami akan menyoroti target ambisius pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Kami juga akan membandingkannya secara kritis dengan batas acuan Bank Dunia. Tujuannya adalah memahami perbedaan metodologi dan implikasinya. Ini penting untuk cara kita memandang masalah kemiskinan di Indonesia.
Klaim Historis: Angka Kemiskinan Terendah di Indonesia
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren penurunan kemiskinan yang positif. Tingkat kemiskinan Indonesia hingga September 2024 mencapai 8,57 persen. Ini pencapaian yang sangat penting. Perekonomian Indonesia telah melalui berbagai gejolak sejak kemerdekaan. Proyeksi terbaru bahkan menunjukkan penurunan lebih lanjut. Angka kemiskinan Maret 2025 diklaim turun menjadi 8,47%. Jika benar, ini akan jadi rekor terendah sejak 1960. Ini loncatan signifikan dalam upaya pengentasan kemiskinan nasional.
Presiden Prabowo Subianto selalu menekankan komitmennya. Ia ingin menekan angka kemiskinan ekstrem. Beliau menargetkan kemiskinan ekstrem 0% pada tahun 2026. Ini target sangat ambisius. Masalah kemiskinan kompleks dengan tantangan struktural. Pemerintahan Prabowo juga menargetkan penurunan kemiskinan di bawah 5% pada 2029. Keyakinan ini didasari perbaikan fundamental. Strategi pengentasan kemiskinan meliputi peningkatan bantuan sosial. Ada juga perluasan lapangan kerja dan penguatan sektor UMKM.
Data BPS berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Ini memberikan gambaran komprehensif kondisi sosial ekonomi masyarakat. Penurunan angka kemiskinan tidak hanya di perkotaan. Perbaikan juga terlihat di pedesaan. Namun, tingkat kemiskinan pedesaan masih lebih tinggi. Angkanya 11,34% pada September 2024. Sementara perkotaan 6,66%. Ini menunjukkan disparitas pembangunan urban dan rural. Disparitas ini masih pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Program bantuan pangan, Program Keluarga Harapan (PKH), dan subsidi lainnya diyakini jadi pendorong utama. Keberlanjutan dan efektivitas program ini jadi kunci mencapai target ambisius.

Batas Acuan Bank Dunia: Standar Global dan Disparitas Angka
Perdebatan angka kemiskinan sering memanas. Ini terjadi ketika data nasional dikontraskan dengan acuan internasional. Khususnya, data dari Bank Dunia. Bank Dunia menggunakan serangkaian garis kemiskinan internasional. Ini berbasis pada paritas daya beli (Purchasing Power Parity/PPP). Tujuannya untuk mengukur dan membandingkan kemiskinan antarnegara. Metodologi PPP mencerminkan daya beli setara di berbagai negara. Ini membuat perbandingan lebih adil.
Pada Juni 2025, Bank Dunia memperbarui garis kemiskinan globalnya. Mereka mengadopsi perhitungan PPP 2021. Ini perubahan signifikan dari acuan PPP 2017. Perubahan tahun dasar PPP memengaruhi ambang batas kemiskinan internasional. Kemudian, ini mengubah estimasi jumlah penduduk miskin di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia adalah sebagai berikut:
- Kemiskinan Ekstrem: Standar paling rendah ini mengacu pada pendapatan di bawah US$2,15 per orang per hari. Angka ini lebih tinggi dari standar sebelumnya US1,90.JikadikonversikeRupiah(kursPPP2024sekitarUS1 = Rp6.071), ini setara Rp18.213 per orang per hari. Atau sekitar Rp546.400 per bulan. Ini ukuran absolut kemiskinan paling parah.
- Kemiskinan Negara Berpenghasilan Menengah Bawah (LMIC): Untuk negara kategori LMIC, garis kemiskinan US$4,20 per orang per hari. Angka ini juga naik dari US$3,65. Ini setara sekitar Rp765.000 per orang per bulan. Standar ini relevan untuk negara berpendapatan menengah ke bawah.
- Kemiskinan Negara Berpenghasilan Menengah Atas (UMIC): Untuk negara berpenghasilan lebih tinggi, garis kemiskinan US$8,30 per orang per hari. Ini juga naik dari US$6,85. Dengan konversi, angka ini sekitar Rp1.512.000 per orang per bulan. Standar ini mengidentifikasi individu di bawah ambang batas kemiskinan lebih tinggi. Ini sesuai standar hidup negara berpenghasilan menengah atas.
Dengan metodologi dan standar baru ini, Bank Dunia mencatat. Estimasi tingkat kemiskinan di Indonesia 2024 bisa melonjak drastis. Angkanya mencapai 60,3%. Bahkan, ada laporan yang mengindikasikan. Dengan acuan terbaru, jumlah rakyat miskin di Indonesia dapat tembus 194,8 juta orang. Angka ini sangat kontras dengan klaim BPS. BPS menunjukkan sekitar 24 juta orang miskin (dari 8,57% total penduduk). Disparitas inilah yang memicu pertanyaan dan perdebatan. Ini terjadi di ruang publik, akademisi, dan pembuat kebijakan.
Memahami Perbedaan: BPS vs. Bank Dunia Kemiskinan Era Prabowo
Perbedaan mencolok antara angka kemiskinan BPS dan Bank Dunia sering membingungkan. Namun, ini dapat dijelaskan. Perbedaan fundamental terletak pada metodologi, konsep, dan tujuan pengukuran.
- Metodologi dan Konsep Garis Kemiskinan:
- BPS (Garis Kemiskinan Nasional): BPS menghitung garis kemiskinan berdasar kemampuan pengeluaran rumah tangga. Ini untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan. Ada dua komponen: Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). GKM dari nilai pengeluaran rata-rata per kapita penduduk. Ini sekitar garis kemiskinan untuk penuhi kalori minimal (misal 2100 kkal/hari). GKNM dari nilai pengeluaran minimum. Ini untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan non-makanan lain. Pendekatan ini relevan dengan konteks sosial ekonomi domestik.
- Bank Dunia (Garis Kemiskinan Internasional/PPP): Bank Dunia pakai konsep Garis Kemiskinan Internasional. Ini berbasis Purchasing Power Parity (PPP). Pendekatan ini untuk perbandingan kemiskinan yang lebih akurat antarnegara. Ini terlepas dari perbedaan pendapatan dan biaya hidup. PPP mengonversi mata uang lokal ke “dolar internasional”. Dolar ini punya daya beli sama di setiap negara. Tujuannya identifikasi yang hidup di bawah ambang batas kemiskinan global seragam.
BACA JUGA :
Prabowo Murka: “Kurang Ajar Itu, Serakah!” Pengoplosan Beras Premium
- Tahun Acuan PPP: Bank Dunia secara berkala memperbarui tahun dasar PPP-nya. Ini penting karena daya beli mata uang berubah seiring waktu. Perubahan dari PPP 2017 ke PPP 2021 mengubah ambang batas kemiskinan internasional. Ini kemudian mengubah jumlah penduduk miskin di setiap negara. Ini terjadi meski kondisi riil mereka mungkin tidak banyak berubah. Ini menjelaskan kenapa angka kemiskinan Bank Dunia bisa melonjak signifikan.
- Tujuan Pengukuran:
- BPS: Tujuan utama BPS adalah menyediakan data relevan bagi pembuat kebijakan domestik. Angka ini dipakai untuk merumuskan kebijakan. Juga untuk alokasi anggaran dan evaluasi program pemerintah.
- Bank Dunia: Tujuan Bank Dunia untuk pantau kemajuan global. Ini untuk pengentasan kemiskinan. Juga untuk bandingkan kinerja negara dalam pembangunan internasional. Data ini untuk analisis komparatif dan pelaporan target SDGs.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menekankan. Setiap negara punya metodologi sendiri tentukan batas garis kemiskinan. Pemerintah Indonesia tetap pakai acuan BPS untuk kebijakan nasional. Perbedaan ini bukan salah satu data lebih “benar”. Ini mencerminkan tujuan dan perspektif pengukuran yang berbeda. Keduanya valid dalam konteks masing-masing.

Ambisi Prabowo dan Tantangan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
Klaim penurunan angka kemiskinan terendah sejak 1960 era Prabowo beri optimisme baru. Kemiskinan Era Prabowo kemiskinan ekstrem 0% pada 2026. Juga angka kemiskinan di bawah 5% pada 2029. Pemerintahan saat ini tempatkan pengentasan kemiskinan sebagai prioritas utama. Keseriusan ini terlihat dari alokasi anggaran signifikan. Mencapai sekitar Rp 500 triliun per tahun untuk program kemiskinan. Anggaran ini disalurkan lewat bantuan sosial. Juga program pemberdayaan ekonomi dan investasi pencipta lapangan kerja.
Namun, tantangan tidaklah ringan. Fluktuasi ekonomi global, seperti harga komoditas dan inflasi, bisa pengaruhi daya beli. Ini juga ancam upaya pengentasan kemiskinan. Tantangan internal termasuk efektivitas distribusi bantuan sosial. Serta keberlanjutan program berjalan. Peningkatan kualitas data dan sinkronisasi antarlembaga juga krusial. Ini untuk pastikan intervensi pemerintah berdampak maksimal.
Meskipun beda angka BPS dan Bank Dunia, tren penurunan kemiskinan konsisten. Ini menunjukkan program pemerintah telah beri hasil. Pemerintah perlu terus fokus pada strategi efektif, seperti:
- Peningkatan Akses Pendidikan dan Kesehatan: Investasi di sektor ini tingkatkan kualitas SDM. Ini tingkatkan produktivitas dan kesempatan kerja.
- Penciptaan Lapangan Kerja: Dorong investasi di sektor padat karya. Dukung pengembangan UMKM sebagai motor ekonomi lokal.
- Pengembangan UMKM: Beri akses modal, pelatihan, dan pendampingan UMKM. Agar mereka bisa tumbuh dan bersaing.
- Program Bantuan Sosial Tepat Sasaran: Pastikan bantuan sosial capai kelompok paling butuh. Ini tingkatkan daya beli mereka.
- Inovasi dan Digitalisasi: Manfaatkan teknologi percepat pengentasan kemiskinan. Contohnya e-commerce untuk UMKM atau platform digital bantuan.
- Penguatan Jaring Pengaman Sosial: Bangun sistem jaring pengaman sosial lebih tangguh. Lindungi masyarakat rentan dari guncangan ekonomi.
Kesimpulan Akhir
Klaim bahwa angka kemiskinan Indonesia turun jadi terendah sejak 1960 era Prabowo adalah berita menggembirakan. Ini sinyal kemajuan signifikan upaya pengentasan kemiskinan. Data BPS menunjukkan angka 8,57% September 2024 dan 8,47% Maret 2025.
Penting dipahami bahwa perbedaan dengan batas acuan Bank Dunia itu wajar. Nilai ambang batas Bank Dunia lebih tinggi (US2,15ekstrem,US4,20 LMIC, US$8,30 UMIC). Perbedaan ini bukan berarti salah satu data salah. Ini hasil metodologi dan tujuan pengukuran berbeda. Keduanya relevan dan berguna.
Fokus utama pemerintah dan masyarakat adalah tren penurunan kemiskinan berkelanjutan. Juga komitmen serius capai target ambisius. Kemiskinan Era Prabowo kemiskinan ekstrem 0% pada 2026. Upaya kolaboratif, anggaran tepat, dan strategi terarah akan jadi kunci. Ini untuk Indonesia lebih sejahtera dan inklusif di masa depan. Perjalanan masih panjang, tapi optimisme dan kerja keras akan buka jalan.
